Pentingkah mengucapkan 'Terima kasih, Permisi, dan Maaf'?
Malam itu saya baru saja memarkir sepeda di halaman parkir
CUPPA Hall karena ada kuliah di gedung tersebut. Cuaca sebenarnya tidak cukup
dingin (untuk ukuran Chicago) yang pada waktu itu hanya sekitar 2 derajat celcius, tapi karena saya bersepeda dan
mengenakan coat dan sarung tangan yang tidak terlalu tebal, tiupan angin di
kota yang terkenal dengan sebutan the
Windy City ini cukup membuat saya menggigil dan nafas saya ngap-ngapan
karena Asthma. Saya segera berlari
menuju pintu karena ingin merasakan udara hangat. Ketika jarak kurang lebih 10
meter menuju pintu, tiba-tiba keluar seorang mahasiswa. Dia berdiri sebentar di
depan pintu, saya kira sedang menunggu teman, tapi begitu saya mendekat dia
memberi kode lalu membukakan pintu buat saya. Saya sangat berterima kasih dan
tidak lupa mengucapkannya sambil memberikan senyum. Satu perbuatan kecil yang
sangat berarti sore itu saya dapatkan. Kemudian saya beranjak naik ke lantai 2
di laboratorium komputer karena kelas baru dimulai 20 menit lagi. Pukul 5.57pm
saya keluar dari laboratorium dan menuju ke ruangan 2236 tempat saya kuliah.
Ketika keluar dari ruangan komputer, saya lihat ada seorang mahasiswi hendak
masuk melalui pintu yang sama. Terinspirasi dari kebaikan mahasiswa sebelumnya
kemudian saya pun rela menunggu beberapa detik dan menahan pintu agar tetap
terbuka dan mempersilakan mahasiswi tersebut masuk. Dia pun tersenyum senang
dan mengucapkan terima kasih. Bukan hal besar yang bisa saya perbuat tapi bisa
begitu membuat bahagia karena bisa membantu orang lain meskipun dalam hal yang
sangat kecil. Saya sangat berterima kasih kepada sang mahasiswa dibawah tadi
karena dia yang telah berbuat baik kemudian mendorong saya untuk melakukan
kebaikan yang sama. Alangkah indahnya kalau kita saling berbondong-bondong
menyebarkan dan menularkan kebaikan, meskipun dari hal-hal yang terkadang kita
anggap[ sangat remeh-temeh.
Sebenarnya budaya membukakan pintu atau tepatnya menahan
pintu ketika kita baru masuk/keluar dari ruangan adalah hal yang lumrah disini.
Begitu juga ketika kita naik bus kota, norma yang biasa berlaku disini adalah
mengucapkan “thank you” kepada bapak atau ibu pengemudi bus. Ketika baru
menjejakkan kaki di Amerika ini adalah salah satu culture shock yang saya
alami. Meskipun tidak semua orang melakukannya tapi hampir sebagian besar saya
mengalami pengalaman seperti itu dan kemudian saya pun tak lupa untuk melakukan
hal yang sama. Hal yang kecil namun menurut saya sangat berharga dan agak
jarang saya temukan di negara sendiri tercinta. Tak lupa ketika ada orang yang
melakukannya maka orang yang ditolong pun akan membalas dengan senyuman dan
ucapan terima kasih yang mungkin menurut kita tidak mendapatkan ucapan terima
kasih pun tak masalah. Namun memberikan ucapan terima kasih, disini, adalah
satu hal yang sangat perlu dilakukan. Berikut ceritanya.
Waktu itu saya mengikuti kuliah writing class for graduate students yang mana kami diberikan tugas menulis
dan kemudian mendapatkan feedback
atas kekurangan dan kelebihan dari tulisan kita. Saya beberapa kali mengirimkan
tulisan untuk mendapatkan tanggapan yang kemudian saya pelajari dan
menyempurnakan setiap kekurangan. Ketika mengirimkan tulisan dalam email saya
biasa mengucapkan terima kasih di akhir email sebelum pekerjaan saya diperiksa.
Setiap email saya terima kembali, saya langsung cek ke lampiran dan tidak
mengirimkan email balasan yang mungkin seharusnya berisi ucapan terima kasih
atau apapun, karena kadang saya ‘merasa’ terlampau sibuk dan menganggap
membalas email hanya ucapan terima kasih bukan suatu yang sangat penting
sehingga kerap terlupa. Beruntung mentor tersebut sangat tanggap dengan hal
itu, meskipun nampaknya kecil. Setelah beberapa kali mendapatkan pengalaman
serupa dari saya, kemudian dalam satu email beliau menegur dengan halus bahwa
sebaiknya saya membalas email feedback
darinya atau entah dari siapapun itu karena itu hal yang sopan dan sangat baik
dilakukan. Membaca itu saya cukup kaget, hal kecil yang selama ini saya anggap
biasa namun bagi orang lain/masyarakat lain bisa sangat berarti. Saya pun
kemudian meminta maaf dan benar-benar berjanji untuk membalas setiap kebaikan
meskipun sangat kecil paling tidak dengan ucapan terima kasih.
Pengalaman dengan hal ini pun pernah saya dapatkan. Waktu
itu saya sedang berjalan-jalan mengantarkan teman yang sedang main di Chicago
ke Millenium Park. Ketika kami sedang berjalan hendak pergi, tiba-tiba ada
seorang ibu-ibu menghentikan langkah saya dan meminta saya untuk memfotokan dia
dan beberapa anggota keluarganya. Dengan senang hati pun saya membantu dan
menjepretkan beberapa kali foto. Setelah selesai melakukannya kemudia si ibu
tersebut tak lupa mengucapkan terima kasih. Bukan hal yang luar biasa bukan? Namun
ada satu hal yang sangat membuat saya
sangat terkagum setelahnya. Si ibu itu memiliki dua orang anak kecil sangat
lucu-lucu, sekitar usia 3-5 tahun yang kemudian menyuruh, tepatnya men-encourage mereka untuk mengucapkan
terima kasih kepada saya karena telah membantu mereka foto. Dengan suara yang
lucu, wajah polos, dan sambil
duduk-duduk dan menggoyang-goyangkan kaki mereka mengucapkan “thank you sooo
much, I appreciate” dengan senyum yang luar biasa dan benar-benar “made my
day”. Saya pun beranjak meninggalkan mereka dengan perasaan bahagia.
Oh iya, ada satu hal lagi yang juga menarik, yakni
mengucapkan “excuse me” ketika hendak melakukan sesuatu dan ada orang didekat
kita atau melewati seseorang yang kira-kira menutupi jalan kita. Saya pun
pernah memiliki pengalaman buruk karena kebodohan saya sendiri. Waktu itu saya
sedang berbelanja di Marianos untuk belanja mingguan. Waktu itu ada seorang
ibu-ibu tua berusia sekitar 50-60an di dekat plastik yang akan saya ambil.
Karena tidak enak untuk menegur saya pun memilih untuk menunggu saja hingga
beliau pergi. Sudah menunggu beberapa waktu dan ternyata beliau tidak segera
beranjak kemudian saya memutuskan untuk menjulurkan tangan dan meraih plastik
yang berjarak sekitar 20 cm darinya. Apes banget, karena kehilangan
keseimbangan saya oleng dan menyenggol tas beliau sedikit. Dengan refleks cepat
beliau segera menoleh ke saya yang saat itu langsung mengucapkan “Sorry mam!”.
Namun ternyata ucapan maaf tersebut tidak cukup, beliau kemudian langsung
bilang “Why you did not say excuse me?” jlebbb bagaikan petir disiang bolong,
tidak menyangka dapat teguran seperti itu dan ibu itu pun melanjutkan bilang “ saying
excuse me is a good thing, young man” saya hanya melompong mendengarkan khotbah
siang, meskipun waktu itu sudah berulang kali bilang “ I am soooo sorry” sampai
akhirnya si ibu melanjutkan belanjanya. Niat hati tidak enak menegur dan bilang
“excuse me” malah berakhir tragis mendapatkan kuliah. Namun ada hikmah yang
bisa saya petik disini, sejak saat itu saya tak ragu untuk mengucapkan “excuse
me” apabila ada orang yang sekiranya ‘mengganggu atau menghalangi’ jalan dan
juga mengucapkan ‘ sorry’ jika saya yang berada dalam posisi memblok jalan
orang. Pengalaman lain saya dapatkan ketika belanja di toko yang sama di waktu
yang berbeda. Waktu itu saya sedang memilih-milih roti dan menunduk. Tiba-tiba
ada suara kecil berucap ‘excuse me’ nampak seorang gadis kecil dengan wajahnya
yang lucu melewati saya, dan sayapun bilang ‘hi, sorry, please’ dan dia pun
membalas ‘thank you’. Sangat senang melihatnya, dibelakangnya ada orang tuanya
yang kemudian melakukan hal yang sama sambil memberikan senyum.
Pengalaman-pengalaman tersebut sangat membuka pikiran saya
bahwa hal-hal kecil kadang tidak pernah kita perhatikan namun sebenarnya bisa
berarti bagi orang lain. Saya sangat mengapresiasi bahwa masyarakat disini
sangat menerapkan pelajaran ‘moral’ yang begitu disiplin kepada anak-anak
mereka sejak masih dalam usia yang sangat dini sehingga ketika mereka besar
pelajaran tersebut sudah sangat membekas di pikiran dan tetap dilakukan
sepanjang masa sehingga menciptakan tatanan masyarakat yang ‘disipilin’
meskipun hanya untuk contoh urusan mengucapkan terima kasih, permisi, dan maaf.
Mendapatkan pengalaman yang menurut saya berharga tentu saja
ingin saya praktekkan ketika di negara sendiri. Pada liburan summer 2014
kebetulan saya pulang ke Indonesia dan langsung mencoba menerapkan hal-hal
tersebut yang pernah saya alami, lihat apa yang terjadi? Ketika itu saya hendak
terbang dari Jakarta ke Bengkulu, dan di Bandara Soekarno-Hatta, saya pergi ke
toilet. Karena bandara Soetta sangatlah sibuk belum lagi ditambah delay, maka
jumlah penumpang pun terasa berjubel, dan juga toilet terkadang penuh dengan
orang. Seperti biasa, toilet dijaga oleh pegawai cleaning service yang bertugas untuk segera merapikan toilet yang
baru saja dipakai, entah itu memunguti tisu yang berserakan di lantai maupun
mengeringkan air yang biasanya tumpah disana-sini. Saya lihat si bapak pegawai kebersihan
ini berdiri di dekat pintu, disebelah pengering tangan otomatis. Wajahnya
nampak lelah dan mungkin bosan dengan pekerjaan yang itu-itu saja setiap saat
namun beruntung saya tidak mendapati wajahnya penuh kesal karena ternyata
pengunjung toilet ya seperti itu, ada yang memang bersih dan sebagian lagi
careless dengan masalah kebersihan. Semenjak saya masuk, setiap orang yang
datang dan pergi tak terlihat entah sekedar memberikan senyum ataupun terdengar
mengucapkan sesuatu atas pekerjaan si bapak petugas kebersihan. Mungkin itu hal
yang sangat biasa dan beliau pun mungkin tak pernah mengharapkannya. Begitu
juga pengunjung mungkin merasa bahwa tugas membersihkan toilet ya memang tugas
si bapak dan beliau digaji untuk pekerjaan itu dan take it for granted. Kali ini saya mencoba melakukan hal berbeda,
ketika saya selesai menggunakan toilet, cuci dan mengeringkan tangan, kemudian
saya beranjak pergi. Ketika melewati si bapak yang sedang berdiri dan nampaknya
agak melamun, kemudian saya berucap “terima kasih pak” sambil memberikan
senyum. Mendapatkan hal itu kemudian si bapak langsung menatap ke saya,
wajahnya nampak terbengong, dan melihat saya tanpa ekspresi, mungkin terkaget
atau apa, pun tak mengucapkan sepatah katapun sambil memandangi saya pergi
meninggalkan ruangan. Mungkin mendapatkan ucapan terima kasih buat beliau
adalah hal yang sangat baru sampai kemudian itu terasa aneh ketika ada
pengunjung toilet yang memberikannya.
Hal lain, membukakan pintu, pun saya coba terapkan. Waktu
itu saya sedang berada di minimarket, ketika itu saya hendak masuk, di belakang
saya ada beberapa orang dan dari dalam pun ada beberapa pengunjung hendak
keluar. Saya pun berinisiatif untuk membukakan pintu kepada pengunjung yang
hendak keluar, dan kemudian memberikan jalan terlebih dahulu kepada orang-orang
dibelakang saya. Apa yang mereka lakukan kemudian? Nothing. Tak ada ucapan terima kasih, bahkan senyum ramah pun tak
ada, malahan mereka berebut siapa mau masuk dan keluar duluan.
Pengalaman lain pun saya alami, ketika itu sedang berbelanja
di salah satu swalayan di Bengkulu. Saya hendak mengambil barang dan ada
beberapa orang menghalangi jalan, setelah saya tunggu ternyata mereka tidak
beranjak dan tetap berada di jalan. Sepertinya mereka tidak sadar bahwa
keberadaan mereka menghalangi pengunjung lain, hingga akhirnya saya ucapkan
“permisi” barulah mereka menyingkir, dan pun dengan menyingkir begitu saja
tanpa mengucapkan maaf. Ketika saya memilih-milih barang, saya sengaja merapat
ke rak agar tidak menghalangi orang lain, namun saat itu ternyata ada ibu-ibu
berbelanja dengan mendorong kereta trolly dan ketika mendekati saya dia pun
tidak berusaha berhati-hati, hingga kemudian trolly tersebut menabrak saya. Apa
yang terjadi kemudian? Dia pun hanya nyelonong saja seperti tak bersalah, tak
ada ucapan “permisi” ketika lewat, ataupun “maaf” ketika menubrukkan trolly ke
orang lain. Dari sinilah saya menjadi berasa aneh di negeri sendiri yang
katanya memiliki adat ketimuran, orang-orangnya ramah, sopan-santun dan adat
yang menjunjung tinggi norma kesopanan dan lain-lain. Sebelum berangkat ke
Amerika, saya mungkin menganggap hal itu adalah hal-hal yang biasa, karena saya
pun terbiasa untuk take it for granted untuk
hal tersebut sebelumnya.
Apa yang salah disini? Sepertinya banyak dari kita (termasuk
saya) yang terkadang terlalu banyak kurang peka terhadap hal-hal kecil yang
sebenarnya bisa sangat penting dan menganggapnya “take it for granted”, tidak
ada yang spesial karena kita menganggap apa yang tersaji sudah sewajarnya
seperti itu. Terbiasa mendapatkan kantor dibersihkan setiap pagi oleh petugas
cleaning service kantor pun kita tak memberikan ucapan terima kasih maupun
sekedar senyum, karena menganggap tugas mereka ya memang itu. Tidak mengucapkan
terima kasih kepada orang tua karena sudah menyajikan masakan hari itu ya karena
take it for granted bahwa tugas
mereka adalah melayani anak-anaknya. Tugas kita lah yang (sudah dan akan)
menjadi orang tua kelak yang harus membekali anak-anak dan generasi penerus
kita untuk lebih bisa menghargai orang lain, meskipun dimulai hanya dengan
memberikan ucapan terima kasih dan senyuman kepada siapapun yang telah
melakukan hal-hal baik kepada kita, meskipun itu memang sudah menjadi tugasnya.
Begitupun dengan membekali mereka untuk selalu menghargai keberadaan orang lain
dengan mengucapkan kata permisi ketika kita akan melakukan hal-hal yang
kira-kira mengganggu orang lain dan tentu saja untuk tidak ragu-ragu untuk
mengucapkan maaf apabila kita melakukan salah kepada orang lain, meskipun tidak
disengaja. Hal-hal yang sangat remeh namun itu adalah pintu masuk bagi mereka
kelak untuk bisa menghargai orang lain lebih jauh seperti mereka mengharapkan
orang lain bisa menghargai kita.
Terus apakah semua di Amerika sebaik itu? Tentu tidak. Tetap
saja banyak orang-orang yang tetap tak acuh dan juga take it for granted untuk hal-hal yang saya sebutkan diatas, namun
dari pengalaman saya, itu tak sekerap pengalaman baik yang saya didapatkan. Begitu
juga dengan di Negara kita sendiri, tentu tidak semua orang berperilaku seperti
yang saya dapatkan tadi. Masih banyak sekali orang-orang yang sangat sopan dan
ramah, namun hanya saja sepertinya orang-orang kita tak seramah dulu sewaktu
saya masih kecil dan hidup di kampung.
Salam,
frochadi
UIC Richard Daley
Library – Chicago, December 5, 2014
nice story, ijin share kak :)
ReplyDeleteHi, silakan :)
Delete