Cara Membuat Komposter Rumah Tangga Sederhana


Kita mungkin agak terasa asing ya mendengar kata komposter. Apa itu komposter? Komposter berasal dari kata kompos yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pupuk campuran yang terdiri atas bahan organik (seperti daun dan jerami yang membusuk) dan kotoran hewan. Nah, komposter adalah medium pembuat kompos tersebut. Proses pengomposan jenisnya ada dua, yakni secara aerob dan anaerob. Aerob dilakukan secara terbuka gitu aja, sedangkan kalau anaerob itu tertutup dan cocoknya untuk sampah rumah tangga agar baunya tidak kemana-mana dan menimbulkan penyakit. Nah, kali ini saya membuat komposter anaerob sederhana dari bahan-bahan yang mudah didapatkan.

Sebelum kita ke prosesnya, adakah diantara kita yang selama ini peduli dengan produksi sampah rumah tangga kita bagaimana dan kemana dibuangnya?
Mungkin banyak dari kita yang kurang peduli dengan perjalanan sampah rumah tangga yang kita produksi dari tempat sampah kita, hingga berakhir entah dimana kita tidak pernah tau. Yang tinggal diperkotaan mungkin taunya sampah dibuang ke tempat sampah terdekat, atau diangkut oleh petugas kebersihan yang rutin lewat. Sebagian orang membakarnya, eh ini perbuatan pidana ya karena mencemari lingkungan, dan kalian bisa dikenai hukuman penjara hingga 5 tahun karena membakar sampah. Lalu, apakah sampah yang kita produksi memberikan manfaat atau justru merusak dan membahayakan alam tempat tinggal kita. Masih banyak loh orang yang membuang sampah ke sungai, ke selokan, ke pekarangan. Perilaku jorok ini tidak mengenal usia, pekerjaan, pendidikan, dan tingkat ekonomi. Pernah lihat orang kantoran bermobil bagus melempar sampah dari dalam mobil? Sering banget bukan? Saya sendiri pernah terkeju-kejut tidak habisnya tau-tau rekan sekantor saya yang saat itu satu mobil tiba-tiba membuka kaca dan melemparkan botol plastik ke pematang jalan. Speechless saya saat itu. Ingin rasanya berkata kotor, tapi itu perbuatan jorok juga. 

Kebanyakan dari kita mungkin menyampurkan sampah-sampah basah (sampah organik, sisa makanan, dll) dan sampah kering (kertas, plastik, kardus, botol), serta sampah limbah berbahaya (sisa batrai, cairan kimia, dll) dalam satu wadah dan membuangnya. Kalau mau jeli, diantara sampah-sampah tersebut ada loh yang bisa kita manfaatkan jadi duit. Iya, jadi duit beneran, baik kita jual langsung atau melalui Bank Sampah. Nah, apa pula itu bank sampah? Itu adalah semacam tempat kita mengumpulkan barang-barang sampah bernilai ekonomi (kardus, plastik yang bisa direcycle, botol, dll). Seperti bank, kita menabung tapi bukan dengan uang, dengan sampah sehari-hari kita. Coba cari disekitar kalian apakah ada bank sampah? Ada kok bank sampah yang bekerja sama/dibawah binaan pegadaian, jadi tabungan sampah kita nanti dikonversi menjadi gramasi emas. Keren kan? Ayo cari tau lokasi bank sampah di kotamu. 

Itu tadi untuk sampah non-organik bernilai ekonomi ya, lalu bagaimana dengan sampah basah yang kita produksi? Apakah bernilai ekonomi juga? Jawabannya iya, tapi bernilai ekonomi secara tidak langsung. mengapa? karena kita bisa membuat pupuk dari sampah-sampah yang kita hasilkan. Caranya bagaimana? Dengan membuat komposter skala rumah tangga.

Saya akhirnya tergerak untuk membuat sendiri dan menerapkan perilaku mengolah sampah sendiri setelah mendapatkan banyak hal positif dari berbagai sumber. Semenjak tinggal di Chicago, Illinois, kebiasaan untuk memisahkan jenis-jenis sampah sudah sangat tertanam di mindset, meskipun waktu itu belum kepikiran untuk membuat kompos dari sampah yang dihasilkan, tapi lebih kepada memisahkan sampah non-organik yang bisa direcycle. Pada pertengahan tahun 2019 kebetulan urusan pekerjaan membawa saya dan beberapa rekan ke Surabaya, Jawa Timur untuk melihat proses pengolahan sampah di sana yang tergolong cukup baik untuk ukuran kota-kota di Indonesia. Berkat Ibu Risma lah semua bisa seperti itu, tentu saja dengan didukung dengan jajaran pegawai-pegawai di dinas yang juga sangat berkomitmen. Hal yang membuat saya kagum adalah mereka telah mampu merangkul komunitas masyarakat untuk turut mengolah sampah, terutama organik. Setelah itu, saya juga mendapatkan penugasan dari kantor terkait dengan urusan persampahan, di Kota Bukittinggi sana. Melihat pola pengomposan baik yang dilakukan pada skala dinas maupun oleh orang per orangan yang ternyata tidak begitu rumit, memacu saya pribadi untuk melakukannya di rumah. Kalau orang lain bisa, kita mengapa tidak?

Sebelum membuat komposter anaerob, sampah organik sudah saya pisahkan tapi hanya saya letakkan di wadah terbuka dan saya letakkan di dalam pot tanaman yang ada di rumah. Yah, itung-itung pengomposan aerob. Tapi ternyata karena sisa sampah organik tidak saya potong-potong, banyak sekali yang sangat lama proses pembusukannya, seperti kulit alpukat bisa berbulan-bulan waktunya. Akhirnya karena semenjak pandemi saya banyak waktu untuk di rumah, maka saya manfaatkan sebagian waktunya untuk membuat komposter dari ember. Iya, dari ember, mudah kok buatnya.

Bahan:
  1. Ember, ukuran tergantung kebutuhan sampah rumah tangga kita. Semakin banyak anggota keluarga, kemungkinan jumlah sampah yang kita produksi semakin besar. Saya sendiri menggunakan ember ukuran 16-18 liter;
  2. Paralon kecil atau pipa untuk kabel, sekitar panjang 2 meter. Ada yang memakai dua ukuran, yang besar untuk vertikal, dan kecil untuk horizontal. Saya pakai satu ukuran aja;
  3. Konektor paralon berbentuk T;
  4. Plester luka (hansaplast, dll) untuk menutup lubang paralon;
  5. Baskom wadah air yang biasanya dipakai untuk mencuci beras.
Konektor Pipa (sumber: Internet)

Pipa (sumber: Internet)


Ember

Baskom



Alat:
  1. Gergaji untuk paralon, kalau bisa dipotong dengan cutter bisa juga;
  2. Solder;
  3. Lem tembak (kalo ga ada gapapa).
Gergaji Besi (sumber: Internet)

Lem Tembak (sumber: Internet)

Solder (sumber: Internet)



Cara Membuat:
  1. Panaskan solder, ambil ember dan lubangi bagian bawah ember dengan solder. Lubangi banyak-banyak, dan lubang jangan terlalu besar. Lubang ini nantinya yang akan mengalirkan air lindi (air yang dihasilkan dari proses pengomposan) ke baskom. Oya, banyaknya lubang disesuaikan dengan mulut baskom ya agar air lindi yang menetes nanti tepat jatuh di dalam baskom dan tidak kemana-mana;
  2. Potong pipa paralon menjadi 3 bagian, ukur sesuai ketinggian ember (dari ujung bawah ember hingga ujung tutup ember), serta panjang melintang dari kanan-kiri ember, disilangkan;
  3. Lubangi pipa paralon dengan gergaji atau pisau atau cutter atau apapun yang bisa membuat lubang;
  4. Buat lubang seukuran pipa di dasar ember, agar pipa bisa berdiri. Lalu juga di kanan-kiri ember untuk tempat memasang pipa. Berarti kita buat 4 lubang ya disampingnya;
  5. Pasangkan pipa vertikal dan melintang. Pipsa melintang bisa dibuat terkoneksi dengan pipa vertikal, kalau tidak juga gapapa. Fungsinya adalah apabila komposter penuh, maka gas methan bisa dikeluarkan melalui lubang-lubang pipa tersebut;
  6. Gunakan lem tembak untuk menutup agar pipa bisa terpasang sempurna di ember.
Nanti baskom ditaruh dibawah lubang-lubang kecil di dasar ember.


Coba dipasangkan penutup ember. Usahakan bisa tertutup sempurna.

Sudah jadi deh, mudah banget kan?


Oh ya, untuk sampahnya upayakan hanya sampah organik ya, antara lain sayuran, buah-buahan, daun, dan sisa makanan non-hewani saja yang kalian masukan ke dalamnya. Kalau membuang bahan makanan hewani seperti daging, tulang, susu, dll nanti mengundang belatung. Kalau hanya sampah organik palingan yang muncul adalah maggot atau belatung besar dari lalat Black Soldier Flies. Maggot ini di Pemko Surabaya malah dibudidayakan loh, selain bisa mempercepat pengomposan karena mereka memakan sisa sampah organik, ternyata maggot ini kaya protein dan bisa dijadikan bahan pakan ternak ayam dan ikan. Di Surabaya malah sudah dibuat semacam pelet untuk pakan ikan, ayam dan burung. Saya kadang liat beberapa maggot jalan-jalan kabur dari ember, dan nempel kemana gitu sampai akhirnya menetas jadi lalat. Beberapa kali saya lihat lalat ini keliaran di sekitar rumah. Mereka tidak suka hinggap di makanan kaya lalat biasanya.

Black Soldier Fly (sumber: Internet)

Maggot Black Soldier Fly (Sorry if you find this pic disturbing) (sumber: Internet).

Setiap beberapa waktu, sekitar 1-2 minggu rajinlah cek apakah air lindi di baskom di bawah ember sudah penuh. Kemungkinan ada sisa maggot yang ikut nyemplung sana, tapi itu oke aja kok. Saya biasa tuangkan langsung ke pot, dan ternyata kalau pagi-pagi jadi sering banyak burung-burung mampir ke pot untuk makan maggot-maggot itu. Pakailah air lindinya itu untuk menyiram tanaman kita, jangan satu baskom ke satu pot ya, takutnya tanaman over dosis lalu koit. Untuk pupuk organik yang sudah jadi juga bisa diambil dan diaplikasikan ke tanah/pot. Saya sih sudah merasakan betapa bermanfaatnya sampah organik ini. Semenjak ada pupuk organik dan air lindi ini yang saya siramkan ke tanaman di pot, tanaman kini jadi lebih subur dan bahkan lebih sering berbuah dan berbunga. Kapan-kapan saya update dengan foto air lindi, agak menjijikan tapi normal kok. Kalo bagus hasilnya, tidak terlalu berbau busuk. Hasil dari pupuk organik hasil komposter di rumah bisa dicek melalui foto-foto berikut ini deh:

Setelah 7 Purnama, berbuah juga.

Mulai besar.

Sejak dibeli baru kali ini selebat ini.

Kalo yang ini setelah kena air lindi baru berbunga semenjak dibeli.

Even more!


Gak susah kok membuat dan melaksanakannya, cuma butuh kemauan dari rasa kesadaran kita akan lingkungan.

Selamat mencoba!

                                                                                                                                                    Salam,


                                                                                                                                                    frochadi



1 comment:

Powered by Blogger.