Alternatif Pengembangkan Pariwisata Mentawai

 



Pandemi Covid-19 meruntuhkan sektor Pariwisata Indonesia. Data Kemenparekraf pada Januari hingga Mei 2020 mencatat total wisatawan mancanegara (wisman) masuk ke Indonesia hanya 2,9 juta, terjun bebas hingga 53,36% dari tahun 2019 sebanyak 6,2 juta pada bulan yang sama. Sementara itu, berdasarkan data BPS, total wisman masuk ke Sumatera Barat dari Januari-Mei 2020 sebanyak 9.382 orang, sejak Bulan April hingga Mei 2020 tercatat kosong. Sektor Pariwisata merupakan andalan Provinsi Sumbar, khususnya di Kabupaten Mentawai. Dari sektor ini, tahun 2019 Pemkab Mentawai memeroleh pendapatan daerah Rp1,5 Milyar dari Pajak Hotel, dan Rp7,9 Milyar dari retribusi wisata atau sekitar 30% dari total pajak daerah dan 62% dari total retribusi daerah. Penurunan jumlah wisatawan ke Mentawai tidak hanya memukul perekonomian pelaku usaha wisata, tetapi juga APBD Pemkab Mentawai mengingat wajib pajak daerah yang memberikan kontribusi terbesar adalah hotel dan resort yang menjadi tujuan Wisman. Termasuk retribusi wisata yang sangat bergantung pada jumlah kedatangan wisman. Mengingat kondisi pariwisata global belum menunjukkan adanya bounch back, kondisi ini kemungkinan akan bertahan cukup lama, setidaknya, hingga vaksin berhasil ditemukan.

Kebergantungan sektor Pariwisata Mentawai pada wisatawan asing perlu dikurangi di masa depan. Mentawai terkenal dengan keeksotisan pulau dan keindahan ombaknya. Itulah mengapa, mayoritas wisman yang berkunjung adalah peselancar. Hotel dan resort yang ada di Kepulauan Mentawai menawarkan paket-paket selancar untuk para wisatawan. Atraksi wisata ini, selain memiliki target pasar yang spesifik dan terbatas, juga menawarkan harga yang tidak murah untuk wisatawan domestik. Meskipun memilih paket non-surfer alias tanpa berselancar, harga yang dibanderol rata-rata masih diatas $100 per malam.

Saya pernah berkunjung ke Mentawai kurang lebih dua bulan. Selain Pulau Sipora, Pulau Siberut dan Sikakap pun telah saya kunjungi, termasuk beberapa pulau kecil. Hampir seluruh tempat yang saya kunjungi di Mentawai itu indah, baik pantainya maupun daratannya. Setiap bagian dari pulaunya memiliki potensi menjadi obyek wisata yang luar biasa. Data kunjungan wisata 2018 menyebutkan jumlah wisatawan domestik sebanyak 17 ribu, dan wisatawan asing sebanyak 12 ribu. Namun jumlah wisatawan domestik ini tidak tergambar saat saya mengunjungi beberapa resort yang mana tidak saya temui wisatawan lokal, mayoritas adalah bule. Apabila tidak ada bule yang datang, kemungkinan Pariwisata Mentawai mati. Oleh karena itu, Pemda Mentawai perlu mengembangkan pariwisata untuk kalangan wisatawan domestik.

Sembari menunggu kejelasan kelanjutan proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang digadang-gadang akan menjadikan Mentawai kawasan wisata kelas dunia, tidak ada salahnya pemerintah daerah memulai melirik pasar wisatawan domestik. Pemda dapat membuat suatu pilot project, misalkan satu kawasan di Tuapejat, seperti di Pantai Jati yang setiap sore ramai oleh pengunjung penduduk lokal menikmati sunset. Ada banyak atraksi wisata air selain Selancar yang bisa dibuka di sana, seperti snorkeling, diving, fishing, banana boat, jetski, dan keliling pulau-pulau. Mengajak wisatawan menonton turis berselancar juga menjadi atraksi yang unik selain itu, wisata trekking di hutan dalam pulau juga memungkinkan. Adanya berbagai macam jenis atraksi dapat menarik wisatawan untuk tinggal dan menghabiskan waktu berlama-lama. Oleh karena itu, perlu didukung dengan akomodasi di tepi pantai yang bersih, nyaman, tapi tetap budget friendly.

Pendanaan kerap menjadi kendala pembangunan sehingga Pemda perlu mencari alternatif pembiayaan lain. Ada beberapa konsep pembiayaan selain penggunaan dana pemerintah, misalnya dengan konsep pembiayaan public private partnership (PPP) yang telah banyak dilaksanakan di Indonesia. Pemda mengundang investor lokal maupun luar negeri untuk bekerja sama membangun kawasan wisata. Mengingat keterbatasan APBD, pelaksanaan PPP bisa dilaksanakan dengan konsep Built Operate Transfer (BOT). Pemda menyediakan lokasi dan infrastruktur pendukung, sedangkan swasta yang membangun dan mengelola untuk jangka waktu tertentu. Pemberian insentif tambahan perlu juga diberikan untuk menarik calon investor, misalkan dengan pemberian insentif pengurangan pajak daerah atas hotel dan resort yang dibangun serta memberikan kemudahan proses pengurusan perijinan. Alternative lain, Pemda dapat juga berkolaborasi dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes pun mampu dan terbukti berhasil mengelola kawasan wisata. Sebagai contoh adalah BUMDes Ponggok Tirta Mandiri milik Desa Ponggok di Kabupaten Klaten. Pemda dan Pemdes bisa mempelajari proses manajemen yang diterapkan dan mencontohnya. Apabila bersinergi dengan BUMDes, pembangunan sarana dan prasaran yang merupakan kewenangan desa dapat dibangun dengan sumber APBDes. Di Kepulauan Mentawai sendiri terdapat 43 desa dan besaran Bantuan Keuangan Desa yang disalurkan tercatat sebanyak Rp54,39 Milyar pada 2019 dengan besaran bervariasi dari 800juta hingga 2,8 Milyar per desa.

Memasarkan kawasan seindah Mentawai tidaklah sulit di masa sekarang. Media sosial terbukti efektif memasarkan produk wisata. Pesat sekali pertumbuhan kawasan wisata ber-genre nature yang berkembang karena viral di media sosial. Keberadaan influencer juga dapat dimanfaatkan untuk promosi. Mengundang influencer berwisata di Mentawai dan menyiarkannya di media sosial dapat menjangkau jutaan masyarakat. Selain itu, marketing konvensional tetap perlu dilakukan, seperti pameran wisata oleh Pemda. Apabila pasar wisatawan domestik terbentuk, diharapkan apabila terjadi kondisi luar biasa yang berakibat travel restriction di dunia internasional, industri wisata di Mentawai tidak begitu terpengaruh. Selain itu, banyaknya wisatawan domestik berkunjung ke Mentawai diharapkan menghidupkan perekonomian dan memberikan trickle down effects yang dapat menyejahterakan masyarakat Mentawai.

                                                                                                                                -frochadi'2020-

2 comments:

  1. Halo, saya ingin tanya terkait informasi "Rp7,9 Milyar dari retribusi wisata" itu sumbernya dari mana ya? Dan apakah maksudnya retribusi selancar saja atau bagaimana?

    Juga, bila berkenan, apakah boleh share email atau kontak lain untuk korespondensi? Terima kasih.

    Pitor

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo,
      Data-data keuangan (pendapatan, belanja, dll) bisa didapatkan pada Laporan Keuangan Pemda, bisa dimintakan dengan bersurat resmi ke Pemda terkait melalui PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) dhi. Dinas Kominfo (CMIIW).

      Delete

Powered by Blogger.