Kisah Si Moci (Bagian 5)


Halooo teman-teman..long time no see..udah lama banget nih absen dari Tumblr dan meng-update isinya, maklum banyak kesibukan kantor, jadinya kegiatan menulis agak terlupakan :p #alasan Nah kali ini kita teruskan kisah kawan kecil kita si Moci, bagaimana keberlanjutan petualangannya demi pembebasan kedua orang tuanya itu yang penuh liku, yuk kita simak sama-sama..

……………………….

 “Dhuuuarrrr….”, terdengar suara gemuruh yang disertai dengan kilat yang sangat terang dan menyilaukan mata. Tiba-tiba petir menyambar dahan tempat Moci dan sang ular bertengger, tepat mengenai tubuh sang ular, “Aaarrrgghh….”, ia berteriak kesakitan. Seketika setelah itu semua menjadi gelap, Moci tak dapat melihat apapun, kepalanya pusing dan berputar-putar, ia hanya merasakan tubuhnya terjatuh dan menghujam tanah berumput yang becek serta penuh lumpur, lalu tidak sadarkan diri.

Pagi ini matahari bersinar hangat, Moci membuka matanya perlahan, oh, ia masih hidup rupanya. Celingukan kesana-kemari, melihat sekeliling, dia masih berada di hutan Randukapuk. Kepalanya masih pusing karena benturan di tanah, belum begitu mengingat kejadian apa yang menimpanya semalam, yang dia ingat hanyalah pertemuannya dengan ular Phyton yang akan memangsanya, dia menengok ke atas, rupanya disana tergantung tubuh sang ular jahat yang telah gosong terbakar petir, tak bergerak, sepertinya dia sudah tidak bernyawa lagi. Moci menaruh iba pada predator yang hampir menelannya hidup-hidup, namun ia sendiri tak dapat berbuat apa-apa.

Ah Moci merasa lapar, lalu ia mencoba terbang, sayapnya masih terasa agak sakit dan pegal, terdapat luka lecet sedikit namun tidak terlampau parah di ketiak sayap kanannya. Ia terbang rendah, menuju dahan pohon randu, mencari ulat dan serangga kecil kesukaannya. Sebenarnya dia tidak tega memangsa sesama binatang, namun sudah menjadi takdirnya memiliki makanan seperti itu, lain waktu dia memilih makan biji-bijian saja karena terasa lebih ramah diperut dan lebih sehat tentunya.

Sementara itu nun jauh disana, Ayah dan Ibu Moci berada dalam kandang bersama burung-burung yang lain. Dalam satu kandang ditaruh beberapa burung sekaligus sehingga mereka merasa sangat tersiksa dengan tempat yang sempit, kandang itu pun masih ditutup dengan kain oleh si pemburu, dengan maksud agar para burung di dalamnya tidak tahu kemana mereka akan dibawa, serta agar mereka tidak tahu jalan pulang seandainya lepas dari sangkar. Mereka diangkut menuju perkampungan terdekat.

Pagi ini Moci melanjutkan perjalanannya, kali ini dia terbang pelan-pelan dan rendah, sesekali dia membumbung tinggi melampaui pohon-pohon tertinggi di hutan demi mencari arah. Matahari menjadi petunjuk perjalanannya ketika siang, dan sedangkan bintang dan bulan menjadi kawannya disaat istirahat malam. Kurang lebih lima kilometer arah barat adalah perkampungan terdekat dengan hutan ini.

Kampung Sejahtera namanya, disana terdapat pasar kecil dimana para penduduk biasa memperdagangkan sayuran hasil kebun serta hasil-hasil hutan lainnya, tak terkecuali binatang-binatang hasil tangkapan seperti burung, monyet, bahkan ular dan landak pun bisa ditemukan disana.

Moci semakin bersemangat,

“Aku pasti dapat menemukan Ayah dan Ibu di sekitar perkampungan itu”,

Moci tidak bersabar ingin segera bertemu dan membebaskan orang tuanya. Pada saat bersamaan ia menemukan jalan setapak, disana dilihatnya terdapat beberapa jejak kaki manusia, kemudian ia mendarat dan mencoba mengamati, “Sepertinya jejak ini masih baru”, gumamnya.

Ia meneruskan terbangnya, mengikuti arah jalan sempit tersebut dengan harapan menemukan manusia yang sedang ia cari. Ia mempercepat terbangnya, menaikkan ketinggian hingga hampir 30 meter agar bisa melihat lebih jauh. Dan owh, benar saja apa yang ia harap dan perkirakan, dari jauh dilihatnya ada dua orang berjalan beriringan, wajah mereka tampak sangar dan menakutkan..Si Hasan berada di depan, ia memakai topi, sementara si Husin yang ada di belakang, rambutnya kribo.



Mereka sedang memikul kayu, tampak dua buah sangkar burung tergantung pada batang kayu yang mereka pikul. “Itu pasti Hasan dan Husin, dan Ayah-Ibuku pasti ada di dalam sana!”, Moci mulai gundah melihatnya. Ia mulai terbang merendah, dan terus mengamati dari kejauhan, ia menjaga jarak agar tetap aman dan tidak ketahuan kalau sedang mengikuti kedua pemburu tersebut. “Jangan sampai aku kehilangan jejak mereka..”.

Moci mulai waspada dan menyusun kemungkinan skenario pembebasan kedua orang tuanya itu.

……………

Bagaimanakah selanjutnya? Apa yang akan dilakukan oleh Moci? Kita tunggu ya kisah berikutnya, jangan sampai terlewatkan.

                                                              Bengkulu;26/07/2011;12.51

No comments

Powered by Blogger.