Bad News from Athens, Greece

“Ding!”, tetiba sebuah pesan masuk dari Facebook Messenger, nampak sebuah nama Elisabeth Muhlenberg muncul di layar pada 26 Desember 2020 lalu. Ada kabar apakah ini, sebulan yang lalu aku memang berkorespondensi dengannya, mengucapkan selamat atas terpilihnya Presiden Joe Biden di US, dia nampak sangat happy kala itu. Segera kubuka pesan di Facebook Messenger, ada kabar mengejutkan.

Fajar, if I remember correctly, you and Ender were good friends when you were at UIC. I don’t know whether you are still in touch or not. I just heard from Him after a long time. He got caught up in the punishment after the coup in Turkey and now lives in Athens, Greece as a refugee. He needs friends as he can’t jeopardize those who are still in Turkey. Just hearing from a friend from happier times will be good for him. Stay well. We are fine. Elisabeth

Her message was shocking me, my heart just trembled. Segera kubalas, kusampaikan bahwa terakhir kali berkontak dengannya adalah saat terjadi kudeta di Turkey pada Bulan July 2016. Setelah itu memang tidak pernah ada kabar, biasanya kami saling mengucapkan selamat hari raya baik itu Ramadhan, Idul Fitri maupun Idul Adha. Aku pun sempat terpikir kenapa Ender tidak pernah lagi mengirim email. Aku pun saat itu segan menanyakan kabar.

Ender adalah satu teman baik selama kami menempuh Master di Universitas Illinois, Chicago. Aku mengenalnya saat pertemuan pertama kelas MPA di Gedung College of Urban Planning and Public Policy Hall, di 412 S. Peoria, Chicago. Dari 30 mahasiswa MPA saat itu hanya terdapat empat orang mahasiswa asing, salah satunya adalah Ender. Wajahnya yang nampak ketimur-tengahan langsung kuduga dia sebagai mahasiswa non US citizen, dan ternyata setelah kuajak ngobrol ternyata memang demikian. Mengetahui dia berasal dari Turkey dan aku dari Indonesia, langsung mengakrabkan kami. Sesama muslim di satu kelas dan di US menjadi pintu masuk keakraban. Selain Ender, mahasiswa non-US saat itu adalah Lu Jie dari China, dan Yvonne dari Colombia. Keduanya pun segera kami temukan di kelas, dan kami berempat sangat bahagia menemukan satu sama lain, diantara 26 mahasiswa tuan rumah, para Americans.


Pic: Me, Ender, Yu Jie, and Yvonne having a great time in Chicago as we were getting close to graduation.

Ender adalah salah satu rekan sharing atas tugas-tugas dan hal-hal perkuliahan, kami terkadang sharing mata kuliah yang sama, meskipun masing-masing menempuh konsentrasi yang berbeda. Aku menempuh konsentrasi Information and Performance Management sedangkan ia berada dikonsentrasi Public Finance, sesuai dengan pekerjaannya di Turkey sana sebagai staf pada Treasury Department. Aku, Ender, dan Lu Jie pernah berada dalam kelas yang sama, diampu oleh Professor Elisabeth Muhlenberg pada mata kuliah Theory of Public Administration. Prof Muhlenberg sangat perhatian kepada ketiga mahasiswa internasionalnya ini, sehingga kami pun sangat dekat dengannya.

Mendengar kabar terakhir Ender dalam kondisi yang tidak biasa, segera kulayangkan surat elektronik malam itu juga. Kutunggu hingga tengah malam, jawaban tak kunjung datang, aku pun ketiduran. Pagi hari kubuka email, nampak pesan balasan dari Ender. Gosh, glad to know he was able to replay my message, which meant that he was, at least, in a good condition. Dalam jawabannya dia menuliskan bahwa sejak terjadinya peristiwa kudeta di Turkey di 2016 lalu, ia harus meninggalkan negaranya. Dia bersama 1200-an pegawai di Treasury Department menjadi korban pemecatan dan persekusi dari rezim yang berkuasa, Presiden Erdogan, yang saat itu mendapatkan percobaan kudeta. Aku pun tak terlalu paham mengapa Ender dan ribuan pegawai lainnya menjadi korban pengejaran aparat pemerintah sehingga harus mengungsi ke negara tetangga, Yunani. Lanjutnya, ia menyatakan bahwa kondisinya saat ini memang menjadi refugee/pengungsi di Yunani dan tidak memiliki kejelasan status kewarganegaraan. Berada dalam status kewarganegaraan yang tidak jelas, meninggalkan keluarga di negara asal, dan tidak bisa kembali ke negara sendiri, serta dalam kondisi pandemic Covid-19 tentu bukan sesuatu yang orang pernah terpikirkan akan mengalaminya.

Semenjak kelulusan kuliah, kami tidak sempat bertemu lagi. Saat kelulusan pun Ender tidak datang ke acara commencement, alias acara wisuda. Agak kusayangkan juga saat itu, ia menyatakan bahwa

“none of his family will be able to attend this event, I don’t need to come”, He said. Me either”,jawabku.

 Though, I was better since Mbak Afnan and Mbak Hening (both were PhD candidates in UIC) could come and cheered me in that day. Later, Chai (a best friend from Thailand, a PhD student) also came across in the event and greeted me.

Pada Bulan Mei 2016 aku sempat berkunjung ke Turkey dalam perjalanan sepulang dari Vienna, Austria ke Indonesia. Sempat kusampaikan ke Ender I had a shot time visiting Istanbul, I thought we could meet. Dia tinggal di Ankara, dan ternyata kesibukan dan waktu membuat tidak sempat kami berjumpa di Istanbul. Bulan Juni terjadi bom di Turkey, kusampaikan tanya kabar kepadanya if he were okay. He said everything was good. Desember 2016, sebuah email dari Ender muncul di inbox, ia mengucapkan selamat tahun baru, menanyakan kabar, dan salam untuk keluarga. Kujawab, Alhamdulillah semua baik.

Awal Januari 2017 kutanyakan kabar padanya, Turkey saat itu sedang tidak baik-baik saja, terror bom, kudeta, dan kejadian-kejadian lain mengguncang negara yang berada diantara benua biru dan benua asia itu. jawabannya pendek, “Thank you brother, pray for me pray for us.” Sejak saat itulah korespondensi terputus, tidak ada kabar di hari-hari Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru, atau hari baik lainnya hingga Desember 2020 Prof Muhlenberg mengabarkan Ender telah menjadi pengungsi di Yunani. Dari surat elektronik yang kutulis di Desember 2020, ia menyatakan telah melarikan diri dari Turkey sejak adanya percobaan kudeta pada Juli 2020. Ia tak banyak menceritakan kondisi secara detail, tapi cerita itu kudapatkan dari Elisabeth Muhlenberg yang menuliskan

He had lost his job, been sent to prison, got his travel privileges removed and fled to Greece, where he spent months in a refugee camp and also in prison for trying to leave Greece without a valid exit stamp from Turkey in his passport. He's been in Greece for the last 16 months.” Tanganku bergetar membacanya, Oh Tuhan, never imagined such atrocities could happen to Him.

Tidak menyangka ternyata kudeta tersebut membawa banyak penderitaan bagi masyarakat biasa di Turkey, segera kulakukan peneluran di internet dan dalam sebuah laporan berjudul “THE WEST’S TURKEY CONUNDRUM” yang ditulis oleh Amanda Sloat pada Bulan Januari 2018 menuliskan bahwa banyak sekali masyarakat dan pegawai pemerintah yang juga terdampak dari kudeta yang gagal tersebut. Dalam laporan dituliskan

Within a week of the coup, over 58,000 people were affected. In the security sector, 7,500 soldiers were detained; 8,000 police officers were removed from their posts; and 3,000 judiciary members were suspended (with 1,000 arrested). In the education field, 15,200 Education Ministry officials were fired and 21,000 private school teachers had their licenses suspended.”

Aku menduga, sahabatku ini adalah salah satu pegawai pemerintah yang terdampak. Masih tidak habis pikir, hingga mereka terusir dari negeri sendiri, suatu bentuk persekusi dari pemerintah yang otoriter kah? Entahlah, aku pun tak paham dengan kondisi politik dan nasional di Turkey, yang kutau adalah kawan baik yang kini harus menderita karena sesuatu yang setauku tidak pernah ia lakukan.

Entah mengapa kemarin aku kembali kepikiran mengenai kabar kawan satu ini, awal Agustus ini kembali kuhubungi, berharap kondisinya beranjak membaik. Jawabannya mengagetkanku lagi

 “….everything is the same in my life, nothing actually changed since the last time we talked…”

dia pun menanyakan kabar dan menyatakan dia mengikuti kabar melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia dan merasa khawatir. Thank God, we are okay. Aku pun teringat, Ender memiliki kawan bernama Ayhan, dulu mahasiswa Master di University of Chicago, kami pun saling mengenal karena aku pernah berkunjung ke apartemen mereka di Hyde Park, South Chicago. Ender menyatakan ia hilang kontak dengan Ayhan dan menyatakan Ayhan pun got fired following the Coup d’Etat, dituliskannya

“…I lost my connection with Ayhan, but I know he ws fired from his job and if he could not manage to escape from the country, there is a big chance that he’s in jail.”

Padahal yang kutahu, Ayhan sempat menyatakan penolakan kerasnya atas peristiwa kudeta di Turkey melalui akun Facebooknya, sebulan setelah terjadinya kudeta. Setelah itu akun Facebooknya vakum, tidak lagi nampak ada aktivitas. Aku mengkhawatirkan Ayhan, yang kuingat saat 2015 lalu ia memiliki satu anak kecil lucu, berusia 3 tahun saat aku berkunjung ke Hyde Park.

I still don’t believe such atrocities could happen to us, life can be so cruel. What on Earth would you imagine being in that situation, leaving your home country, being a refugee and having nothing to expect to be able to go back home. May God give him and people in his situation strength and patience, that’s what Ender asked from me, “...just pray for me, that’s more than enough…” I have nothing more to offer, this is far beyond what I my hand could reach.

 Ini adalah pelajaran dalam hidup. Nasib kita bisa saja berubah sedrastis itu. Beruntunglah kita-kita yang hidup di negara penuh dalam kedamaian, hidup tenang tanpa konflik seperti yang terjadi di sana, di tempat yang kita tidak ingin berada. Syukurilah hidup, dengan keterbatasan dan kelebihan yang ada. Negara kita memang banyak korupsi, angka kemiskinan tinggi, tapi setidaknya kita berada dalam kondisi aman tanpa konflik senjata, perang, dan pengusiran.

Be strong Ender, every cloud has a silver lining. We won’t stop our prayer and our hope for you and your future, like what you asked

“Thank you for your concern, please pray for me and all the people like in Turkey.”

 Yes, we will, Ender!!

August, 7, 2021

 -frochadi-

 

 

 

 

 

 

No comments

Powered by Blogger.