Secangkir Kopi dan Isi Hati di Joe&Folks (Mini Fiksi)

“Sekali ngopi bersama, saudara selamanya.” Dituliskan quote tersebut besar2 di halaman pertama buku jurnalnya. Sudah satu jam ia duduk sendiri, memandangi lalu lalang di persimpangan East Jackson Blv. dan South State St., tempat kedai Joe&Folks berada. Sesekali diseruputnya iced-coffee yg sudah dipesan dan baru tiba. Sumatran coffee, dark roasted, pour over method dg Kalita Wave kesukaannya. Rasa kuat kopi dari kampung halaman yg bs membuka mata dan pikiran disaat tugas dan pekerjaan menyita. Siang ini dia berjanji bertemu dg Jennifer, Jennie biasa ia panggil, rekan satu project yg sedang dikerjakan. Jennie tak pernah telat, setidaknya sampai saat ini. Sudah hampir habis kopi dalam gelasnya, setiap Chicago Transit Authority (CTA) bus yg berhenti di bus station ia tengok, tak jua gadis blonde semampai bermata biru itu nampak. Matanya menerawang kosong, sudah dua jam ia menunggu, pesan Whatsapp yang ia kirim tak kunjung dibalas, meskipun sudah centang biru.


Ditengah lamunannya tiba-tiba handphone-nya bergetar, “I won’t be coming today, sorry. I’ve talked to Mark and we ain’t reaching any conclusion yet, He’s too fussy! I thanked everything you’ve done.” Bima termenung, dibacanya berulang-ulang pesan itu, ia masih mencoba mengerti  apa maksud kalimat Jennie. Diseruputnya sisa kopi di cangkirnya, diraihnya laptop, keluar dari kedai kopi, lalu dikayuh sepedanya kencang2. Bima kecewa, hari ini sebenarnya ada yang ingin ia ungkapkan kepada Jennie, perasaan yang telah ia pendam sejak lima tahun lalu, sejak saat mereka pertama kali bertemu di kampus dan sama-sama bersekolah S2.

"Brak!", Bima terpelanting ke aspal. Sepedanya terpental dan meluncur, "Plung!" jatuh ke Chicago River, biru airnya yang teduh langsung menelan sepeda fixie Bima. Rupanya Bima mengayuh sepedanya terlalu kencang, sambil melamun ia tak memperhatikan di depannya terdapat tikungan. Sebuah mini van yang melaju dari arah kanan tak dapat dihindarinya, tepat di tepi Chicago River, untung saja Bima tak turut terlempar ke sungai. Mobil yang menyerempetnya langsung tancap gas, suasana sepi saat itu.

Seorang bapak tua kemudian menolongnya, "You okay, young man?," sapa dia sembari membantu Bima bangkit dan duduk. "Yeah, think so. Got a bit dizzy, but that's ok I guess," keluhnya sembari memungut tas yang isinya berantakan di trotoar. "Watch your surroundings next time while riding, you might not be lucky as now," pesan si penolong. "Uhm, yeah sure I will, thank you so much," sambil meringis menahan sakit, Bima terduduk. Celingak-celinguk mencari sepedanya. "Sorry you gotta need a new one, there it goes," kata si Bapak sambil menunjuk sungai di bawah kolong jembatan. "Damn!" kata Bima. Si Bapak geleng-geleng kepala, dan melanjutkan perjalanannya. Bima termenung, dilihatnya kembali sungai, siapa tau masih nampak sepeda fixie kesayangannya yang selama ini menemani setiap urusan, hampir kemana pun ia pergi, namun nampaknya sungai terlalu dalam dan tidak mungkin menyelamatkan si fixie (to be continued).




No comments

Powered by Blogger.